Minggu, April 03, 2022

Rumus Penting Terkait Najis | Ailine


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Pembahasan dan permasalahan tentang Najis itu banyak macamnya. Terutama dalam kehidupan kita sehari-hari.

Tidak mungkin kita terus bertanya bagaimana hukum najis yang seperti ini, bagaimana hukum najis yang seperti itu.

Oleh karenanya untuk mempermudah urusan maka akan saya jelaskan satu rumus / kaidah terkait Najis yang sering kita jumpai sehari-hari.

Beruntungnya adalah Rumus / kaidah ini menurut pendapat yang lebih kuat.

Artinya dapat diaktifkan tanpa beban dan tanpa syarat (bisa digunakan tanpa harus berada di situasi tertentu).

Dengan rumus / kaidah ini hal-hal yang umumnya kita sangka bernajis ternyata sebaliknya.

Tidak perlu repot-repot menghilangkan najis atau menghindarinya.

Rumus Penting Terkait Najis | Ailine


Rumusnya adalah seperti ini :

"Sesuatu apapun yang asal muasalnya adalah Suci, dan besar kemungkinan atau dengan kata lain 75% diperkirakan terkena najis, disebabkan seringnya terjadi atau hampir bisa dipastikan terkena najis, maka hukumnya yaitu tetap Suci karena memandang sesuatu tersebut asal muasalnya adalah Suci yang diyakinkan 100%".

Sulit ? Bingung ? Sebenarnya rumusnya mudah saja. Akan saya jelaskan semampunya.

Jika sesuatu barang kita ragukan apakah bernajis atau tidak, maka ambil yang paling kita yakini, yaitu keadaan barang tersebut sebelum kita ragu.

Apakah sebelumnya barang itu suci atau bernajis ?

Kalau sebelumnya barang itu suci maka cukup kita hukumkan dengan suci.

Hukumkan dengan keadaan sebelumnya yang kita benar-benar yakin.

Kenapa harus digunakan hukum yang sebelumnya ?

Karena keadaan yang sekarang kita ragu dan tidak bisa memutuskan apa hukum barang itu.

Artinya jika 100% yakin saja barang itu memang terkena najis, maka rumus / kaidah ini tidak perlu digunakan.

Sebab fungsinya adalah menghilangkan keraguan, menyelesaikan masalah, dan memvonis hukum apa yang berlaku.

Lebih mudah dengan contoh :

Sehari-hari kita selalu memegang handphone (
Hp).

Jelas dan yakin bahwa handphone kita itu dalam keadaan suci (tidak terkena najis).

Lalu saat kita jalan-jalan handphone tersebut jatuh di jalan setapak yang di sekitarnya banyak sekali kotoran ayam.

Di tambah lagi jalan setapak itu selalu di lewati orang-orang yang bersepeda.

Secara logika bisa kita hukumkan bahwa jalan tersebut sepenuhnya terkena najis, karena terus-menerus dilintasi oleh roda-roda sepeda yang terkena kotoran ayam.

Dengan kata lain handphone yang terjatuh di jalan itu otomatis juga terkena najis.

Pertanyaan nya :

Apakah handphone itu harus kita cuci untuk menghilangkan najis ? Sedangkan handphone kita tidak anti air (maklum HP murah).

Dengan menggunakan Rumus di atas maka di hukumkan bahwa handphone itu tidak terkena najis, tetap suci seperti asalnya.

Alasannya adalah karena tidak diyakini 100% dan tidak jelas terlihat benda najisnya ada di handphone itu.

Kalau benda najisnya terlihat jelas, itu sudah pasti najis. Tidak ada keraguan dan tidak diperlukan Rumus di atas.

Contoh lain.

Kebanyakannya orang kafir (non muslim) mengkonsumsi babi, sedangkan babi adalah termasuk najis berat.

Dan untuk minuman mereka mengkonsumsi minuman beralkohol, sedangkan alkohol termasuk najis pertengahan karena memabukkan.

Pertanyaannya adalah bolehkah kita makan menggunakan piring dan gelas milik mereka orang kafir (non muslim) tanpa mencucinya terlebih dahulu ?

Jawaban nya adalah boleh.

Piring dan gelas tersebut tetap di hukumkan suci. Karena prasangka / perkiraan najis hanya 75%.

Kita tidak melihat dengan dengan mata kepala bahwa piring dan gelas itu terkena najis.

Walaupun secara logika tidak mungkin piring dan gelas itu tidak pernah mereka gunakan untuk memakan babi dan minuman beralkohol.

Selama tidak yakin 100% terkena najis, maka secara hukum piring dan gelas itu tetap Suci.

Karena memandang asal piring dan gelas adalah benda yang suci.

Jadi andaikan suatu waktu kita bertamu atau bertemu dengan kenalan, teman, atau bahkan keluarga yang kafir (
non muslim ).

Lalu kita disuguhi hidangan oleh mereka.

Biasanya hidangannya itu adalah menu halal saja, karena mereka juga tahu apa saja yang tidak boleh kita makan / konsumsi.

Nah yang jadi pertanyaan :

Apakah piring, gelas, sendok, garpu, pisau, semua alat memasak, bahkan tangan mereka sendiri itu di hukumkan bernajis atau tidak ?

Sementara kita tahu mereka menggunakan alat makan, alat dapur, dan mereka menyentuh makanan / minuman yang bernajis menurut hukum agama kita.

Ditambah najisnya itu adalah najis berat, yang tidak bisa dihilangkan hanya dengan air dan sabun.

Harus di basuh 7 kali menggunakan air dan tanah, sesuai cara yang sudah diajarkan ulama fiqih.

Jadi dalam hal ini, sesuai rumus yang disebutkan di atas hukumnya adalah tetap Suci.

Karena bernajis itu hanya prasangka / perkiraan, tidak yakin 100% dan tidak nampak jelas terdapat najis disana.

Contoh lain seperti pakaian anak-anak.

Anak-anak itu belum mengerti tentang Najis. Bahkan seringkali kencing tanpa beristinja.

Bermain main di tempat-tempat yang rawan terkena najis.

Jadi pakaian mereka dikategorikan tetap Suci, tidak perlu cuci tangan jika menyentuhnya.

Kembali kepada rumus.

Selama tidak nampak dan yakin 100% ada najis, hanya prasangka / perkiraan, dengan memandang asal pakaian mereka adalah Suci.

Maka di hukumkan pakaian mereka setelah di pakai tetap Suci sama seperti keadaan asalnya ketika belum di pakai.

Contoh lain seperti makanan, minuman, kosmetik dan sebagainya.

Selama tidak bisa dipastikan 100% dan nampak jelas ada terdapat najis, maka tetap di hukumkan Suci.

Beberapa tahun yang lalu ada isu yang menyebar bahwa susu kaleng bermerk dan bumbu penyedap bermerk mengandung babi.

Akhirnya banyak masyarakat yang membuang produk tersebut.

Padahal membuangnya adalah tindakan yang salah.

Sebab secara hukum agama selama tidak pasti 100% maka tidak bisa di katakan bernajis karena memandang asalnya adalah benda Suci.

Susu itu secara asal adalah Suci. Bumbu penyedap secara asal juga Suci.

Dengan sebab isu yang tidak pasti, sebenarnya tidak bisa merubah hukum Suci dari benda tersebut.

Contoh lain seperti :

Pakaian orang gila.
Pakaian orang yang datang bulan.
Rumput-rumput dan dedaunan yang kotor.
Air liur anak-anak yang dikhawatirkan bekas muntah.
Kecipratan air najis apakah kena pakaian kita atau tidak.
Dan sebagainya.

Intinya adalah selama tidak yakin 100% dan tidak nampak terlihat ada najis, maka di hukumkan tetap Suci.

Prasangka / perkiraan tidak bisa mengalahkan keyakinan dan kepastian (yang pasti-pasti saja).

Dan hal ini pun pernah terjadi terhadap Baginda Rasulullah SAW.

Ketika datang kiriman Keju buatan orang-orang Syam (Suriah).

Sementara cara pembuatan keju tersebut dikenal / diisukan dengan menggunakan perut besar dari babi.

Mendapat kiriman Keju tersebut Baginda Rasulullah SAW tetap memakan dan tidak bertanya-tanya perihal terkait keju itu.

Dari sini jelas sekali bahwa untuk bisa dikategorikan bernajis harus secara pasti 100% dan nampak jelas terlihat.

Jangan terpengaruh oleh prasangka / perkiraan semata.

Penjelasan di atas menurut saya pribadi terlalu banyak kalimat-kalimat yang terulang.

Mungkin malah bikin pusing, sakit kepala, mual, gangguan kehamilan, dan janin.

Tetapi, terpaksa harus begitu karena 2 hal :

Pertama, jika penjelasannya terlalu sedikit ditakutkan akan gagal paham yang berakibat tidak bisa membedakan antara hukum suci atau hukum bernajis.

Sedangkan syarat sah Sholat itu harus suci dari najis, dan najis itu layaknya penyakit yang menjangkit.

Andaikata tangan terkena najis, maka apa saja yang kita sentuh akan dihukum kan bernajis.

Pegang Hp, Hp itu hukum bernajis.
Pegang setir kemudi, bernajis.
Pegang gagang pintu, bernajis.
Pegang meja, bernajis. 
Pegang bantal, bernajis. 
Pegang buku, bernajis. 
Pegang Doi, nikah dulu boss baru boleh pegang-pegang.

Dan yang lebih parah orang lain yang menyentuh apa saja yang kita pegang tadi juga akan terkena najis.

Dan najis itu hanya akan hilang jika dicuci sesuai dengan caranya.

Sangat repot dan rumit, maka dari itu harus dijelaskan sedetail-detailnya.

Kedua, alasannya adalah karena saya tidak jago dalam menjelaskannya haha, tolong dimaklumi jika belepotan, berbusa, dan lengket.

Pada pembahasan di atas saya menggunakan istilah kata "Bernajis".

Takutnya ada kesalahpahaman maka perlu dirincikan sedikit.

Ada perbedaan besar antara "Najis" dan "Bernajis". Hati-hati salah memahami.

Kalau disebutkan Najis, maka maksudnya adalah Benda / zat najis itu sendiri.

Contoh : kotoran manusia, kotoran binatang, air kencing, darah, nanah, bangkai binatang (mati tanpa disembelih), alkohol (yang memabukkan), dan lain-lain.

Kalau disebutkan Bernajis, maka maksudnya adalah Sesuatu / Benda / Barang yang terkena Najis.

Contoh : Laptop yang dikencingi anjing.

Laptopnya barang yang "Suci" tapi terkena "Najis" maka menjadi "Bernajis".

Mobil yang terkena kotoran burung.

Mobilnya barang yang "Suci" tapi terkena "Najis" maka menjadi "Bernajis".

Dan contoh-contoh yang lain.

Intinya barang apa saja jika "Terkena Najis" maka menjadi "Ber-najis".

Itulah perbedaan makna yang besar dengan tipisnya perbedaan kata.

Berhati-hatilah saat membaca dan memahami karena jika ada kesalahan, fatal sekali perubahan hukum yang akan terjadi.

Yah semoga rumus / kaidah tersebut bisa membantu mengatasi keraguan dan kegundahan terkait masalah Najis.

Silahkan bagikan artikel ini kepada saudara-saudara kita yang lain agar mereka juga tahu rumus / kaidah penting ini. sekian dan terimakasih.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

 Rumus Penting Terkait Najis | Ailine

0 Komentar Untuk "Rumus Penting Terkait Najis | Ailine"